Di awal Juli, saya mengirimkan
beberapa buku dan sebuah surat untuk adik-adik di SDN 006 Paser Belengkong, sekolah tempat Rini, saudari
kembar saya, mengabdikan diri sebagai Pengajar Muda. Bersama surat tersebut saya
kirimkan foto yang saya ambil dua tahun lalu di Golden Gate, San Fransisco.
Tidak banyak yang saya tulis karena saya bingung mau menulis apa. Jadi saya
putuskan bahwa surat tersebut harus menyampaikan pesan yang cukup sederhana, “Membaca
itu memperluas wawasan kita.” Seperti tema Bulan Bahasa saja yah.
Di
surat tersebut saya cerita tentang inspirasi unik yang saya dapat dari kelas
bahasa Indonesia saya di SMA dulu.
Keingintahuan tentang Golden Gate berawal ketika Bu Muflihah, guru saya,
menugaskan saya dan teman-teman sekelas untuk memusikalisasi puisinya Sapardi
Damono “Kartu Pos Bergambar Golden Gate”
yang melukiskan Golden Gate dengan indah sekali. Dan lima tahun kemudian,
dengan segala kemudahan dari Allah SWT, saya melihat keindahannya langsung di
kota San Francisco, California, Amerika Serikat. Selain itu, saya juga sedikit
banyak bercerita tentang jembatan tersebut. Mengingat usia mereka yang masih
muda, saya berusaha untuk membuat surat saya sesederhana mungkin.
Beberapa
hari kemudian, saya mendapat banyak sekali surat balasan dari adik-adik
tersebut. Surat-surat mereka benar-benar
menghibur, ditulis dengan segala kepolosan khas anak-anak. Tapi, di antara
semua surat itu ada satu surat yang membuat saya menitikkan air mata penuh
haru. Hasan, salah seorang siswa Rini, telah memberanikan diri untuk berbagi cerita tentang
mimpi-mimpinya yang luar biasa. Dia ingin keliling dunia, jadi astronot yang menjelajahi ruang angkasa, menemukan alat transfortasi yang memudahkan
manusia bermobilisasi, dan membantu anak yatim. Begini tulisnya,
Saya akan berusaha agar saya bisa sukses. Dan jika saya benar-benar sukses, saya akan mengelilingi dunia.
Saya juga ingin menjelajah keluar angkasa dan menemukan benda-benda langit yang indah.Dan saya ingin menemukan pelanet-pelanet yang mirip bumi.Dan saya juga akan mencari tata surya yang lain. Mungkin saja ada penghuninya. Mungkin penghuninya baik dan ramah.Dan saya akan menjelajah lebih jauh lagi agar saya bisa tebih tau lagi tentang seluruh alam semesta yang indah.Dan saya juga akan membuat alat transfortasi yang baru. Jika saya bisa, saya akan menggunakannya ke mana saja. Bahkan mungkin saya membuatnya untuk keliling kota yang ada di luar negeri.Dan jika saya bisa, saya akan melestarikan hutan.Dan saya tidak boleh lupa sholat lima waktu dan membantu orang tua saya sendiri dan membantu anak-anak yatim piatu.
Dan saya juga akan berusaha agar saya tidak boleh marah-marah kepada siapapun.
Namun, Hasan membuka suratnya dengan sebuah
pertanyaan galau, “Saya ingin tanya kepada ibu, apakah saya juga bisa seperti
ibu? Jika saya bisa seperti ibu, saya.…” Ini konteks yang sulit Anda mengerti jika Anda tidak pernah merasakan hidup di
desa. Rini memberi tahu saya hal yang mengejutkan. Lima bulan lalu Hasan bercerita dengan malu-malu di kelasnya bahwa cita-citanya adalah menjadi petani.
Untuk seorang anak yang tumbuh besar dalam keluarga petani di pedalaman
Kalimantan Timur, mimpi dan cita adalah sesuatu yang sangat mewah yang bahkan
untuk memilikinya saja Anda butuh keberanian yang sangat besar. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa mereka akan menjalani hidup yang sama seperti yang orang tua mereka jalani. Hasan mungkin juga tidak berani menceritakan
mimpinya luar biasa di kelas karena takut ditertawakan oleh teman-teman
sekelasnya atau dianggap tidak logis.
Saya
berpikir beberapa hari sebelum menuliskan balasan untuk surat Hasan dan adik-adik lainnya. Di antara
semuanya, surat Hasan ini yang paling
susah dijawab. Saya menghabiskan cukup banyak waktu untuk membaca biografi
tokoh-tokoh dunia dalam ilmu antariksa dan kedigantaraan pada umumnya. Jadi di
surat balasan itu, saya bercerita tentang prestasi-prestasi Pak Habibie, Neil
Armstrong, dan Johannes Kepler pada Hasan. Saya mencoba meyakinkan Hasan bahwa
tidak ada yang tidak mungkin. Satu dari ketiga orang yang memberikan kontribusi
banyak bagi hidup manusia itu bahkan putra negeri ini. Saya akhiri bagian itu dengan nasehat sederhana tentang ilmu pengetahuan dan ilmu agama.
KAMU BISA, Hasan. Insya Allah Hasan bisa menjadi insan yang memberikan manfaat yang luar biasa pada pengembangan ilmu pengetahuan, dan perbaikan hidup manusia. Insya Allah Hasan bisa menjadi seperti apa yang Hasan cita-citakan. Jadi Hasan harus rajin belajar, banyak membaca, berbakti kepada orang tua, sholat 5 waktu, terus mengaji, dan menjadi anak yang baik untuk teman-teman, dan lingkungan sekitar Hasan.
Di sisi lain, Hasan membuat saya benar-benar berpikir tentang hal yang benar-benar ingin saya lakukan dalam hidup saya. Karena dia telah berbagi mimpinya dengan saya, maka saya pun ingin berbagi mimpi saya dengannya. Saya ingin dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Jika saya, dia dan jutaan anak Indonesia lainnya bekerja keras, insya Allah kita semua bisa membangun negeri ini dengan baik.
Ibu bercita-cita menjadi seorang praktisioner dalam bidang kemanusiaan. Ibu ingin membuat banyak proyek sosial yang dapat bermanfaat bagi orang banyak. Ibu ingin membuat banyak sekolah, perpustakaan, dan universitas yang memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dan meraih mimpi mereka. Ibu ingin membiayai proyek-proyek pengadaan air bersih untuk mereka yang sulit mendapatkannya. Ibu ingin memfasilitasi mediasi di daerah-daerah berkonflik. Ibu ingin menciptakan banyak lapangan pekerjaan agar taraf hidup manusia Indonesia menjadi lebih baik. Ibu juga ingin mengubah kurikulum pendidikan Indonesia agar lebih bermakna dan menyiapkan para siswa untuk masa depannya. Banyak sekali yang ingin ibu lakukan, Hasan. Oleh karena itu, ibu juga tidak boleh menyerah dalam keadaan sesulit apa pun. Kesulitan hanyalah penguji kesungguhan. Ibu juga harus terus belajar, mendekatkan diri pada Allah SWT, dan mengasah kemampuan agar dapat mewujudkan mimpi-mimpi ibu. Selama kita memiliki kesungguhan, kedisiplinan dan ketulusan niat, insya Allah kita bisa mewujudkan mimpi-mimpi kita.
Surat Hasan menginspirasi saya untuk mengambil keputusan besar dengan
berani di tengah kegalauan yang melanda saya selama tiga bulan ini. Saya kembali menitikkan airmata setelah menuliskan mimpi-mimpi saya. Saya melirik Letter of Acceptance dari SIT Graduate Institute yang saya terima sejak bulan April lalu. Saya katakan pada diri saya bahwa saya harus memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh. Saya akan mengusahakannya dengan kemampuan terbaik saya dan berserah atas segala keputusan-Nya. Saya tidak akan pernah menyerah. Jika Allah mengizinkan, insya Allah saya bisa, meski sebanyak apapun kesulitan yang harus saya hadapi. Allah sebaik-baik penolong. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk setiap hamba-Nya.
Saya tutup surat balasan untuk Hasan dengan mengutip kata-kata Ustad Yusuf Mansur, “Kita harus memiliki mimpi yang luar biasa, ikhtiar yang
luar biasa, dan doa yang luar biasa.”
0 comments:
Post a Comment