CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, December 1, 2010

Catatan Untuk Seorang Sahabat


          Aku rindu padanya, rindu pada kacamatanya, rindu pada matanya yang menyipit ketika tersenyum padaku, rindu pada caranya menyebut namaku. Aku rindu mendengarnya mengetuk pintu apartemenku. Aku rindu berjalan di tengah gerimis bersamanya. Aku rindu memakai payung biru yang dia belikan untukku. Aku rindu memasak makan siang untuknya. Aku rindu pergi ke gym bersamanya, memandangnya berlari dengan cepat di treadmill favoritnya. Aku rindu makan malam bersamanya di dining hall, dan mendengar dia mengomeli aku gara-gara aku hanya makan sebuah pisang sebagai santap malamku.
        Aku rindu mendengarnya berkata bahwa wajahku terlihat ceria sekali. Aku rindu melihat dia begitu cemas ketika aku tidak makan dengan teratur. Aku rindu melihatnya memasak makan malam untukku ketika aku terlalu disibukkan oleh skripsiku. Aku rindu omelannya ketika aku mulai mengkhawatirkan beberapa hal secara berlebihan. Aku rindu dia menemukanku dengan mata berbinar-binar ketika beberapa hari kami tidak bertemu karena aku terlalu sibuk dengan tugas kuliahku.
       Aku rindu melakukan community service bersamanya setiap sabtu, meski itu membuat aku harus membuat aku menghabiskan hari mingguku seharian di depan laptop; berkutat dengan jurnal-jurnal yang deadlinenya hari senin. Aku rindu belajar bersamanya, membaca jurnal-jurnal untuk ES 308, meski jurnal-jurnal tersebut membuat kepalaku berputar tujuh keliling. Aku rindu berdiskusi tentang apa saja dengannya, meski diskusi kami kadang diakhiri dengan pujian yang agak lebay darinya. Aku rindu pergi ke kelas gamelan bersamanya, meski rumah Sharon, sang guru, sangat jauh dari HSU. Aku rindu melihatnya menemani aku menangis, meski tangisku itu hanya untuk hal remeh temeh. Aku rindu menemukannya online dalam list YM-ku, meski apartemen kami hanya terpisahkan oleh satu gedung.
Aku rindu. Benar-benar rindu. Rindu sebenar-benarnya pada setiap hal kecil yang kulakukan bersamanya.

#December 1, 2010 Palembang 15.00 WIB





Thursday, May 13, 2010

Inspirasi: Bagian Kedua

Bukan hal mengejutkan jika saya katakan bahwa apa yang kita lihat, dengar, dan baca akan begitu menginspirasi dan mempengaruhi pola pikir kita. Pernah kah Anda membaca berita tentang balita yang meloncat dari lantai dua rumahnya setelah menoton Tom, dalam serial kartun Tom & Jerry, melakukan hal serupa? Jika tidak, Anda tentu masih ingat berita tentang “permainan smack-down” siswa SD yang berujung tewasnya satu diantaranya? Percaya atau tidak, tindakan berbahaya itu mereka lakukan karena terinspirasi oleh hal sepele, tayangan “Smack-Down” yang ditayangkan di salah satu stasiun TV swasta.

Saya pun pernah, atau mungkin sering, mengalami hal serupa. Salah satu diantaranya berawal dari sebuah novel, berjudul Speak!, yang saya baca di kelas Prose saya. Novel karangan Laurie Hans Anderson ini mengisahkan tentang perjuangan seorang remaja, Melinda Sordino, untuk survi
ve dari memori buruk tentang pelecehan seksual yang dialaminya.

Pelecehan tersebut terjadi pada sebuah pesta, satu minggu sebelum dimulainya freshman year-nya di SMA. Di pesta tersebut Melinda mabuk dan assaulted oleh seorang yang tidak dikenalnya. Dalam keadaan kalut dan panik dia menghubungi 911. Sayangnya, dia tidak mampu menceritakan apa yang terjadi dengannya kepada polisi di telepon. Semua orang di pesta berlari tunggang langgang ketika polisi datang. Polisi membubarkan pesta dan menangkap beberapa orang. Melinda, yang masih dalam keadaan kalut dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya, pun ikut berlari tanpa arah. Dia berjalan bermil-mil menuju rumah. Sesampainya di rumah, dia tidak menemukan siapa pun, tidak ayahnya atau pun ibunya. Setelah malam naas itu, Melinda memilih diam karena takut bahwa orang tidak akan percaya pada ceritanya. Oleh karena itu, tidak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Melinda di pesta tersebut.

Celakanya, semua teman Melinda dan orang-orang yang datang ke pesta tersebut bersikap memusuhinya. Mereka marah karena merasa Melinda telah membuat mereka dalam masalah besar. Melinda pun mengawali hari pertamanya di SMA tanpa seorang pun teman. Berhari-hari berikutnya Melinda hidup seperti seorang alien di sekolahnya. Di sisi lain, memori tentang malam naas itu terus menghantui Melinda. Seperti kebanyakan korban pelecehan seksual, dia pun menunjukkan beberapa symptoms seperti sleeping disorder, habit disorder self-blaming, dan kecemasan berlebihan, terlihat dalam kutipan berikut.

I can’t stop biting my lips. It looks like my mouth belongs to someone else, someone I don’t even know (page 17).

Tekanan yang ia rasakan pun semakin bertambah ketika ia tahu bahwa ternyata dia berada dalam satu sekolah yang sama dengan si pemerkosa, Andy Evan. Hidup dalam dunia tanpa teman, orang tua yang tidak harmonis, dan kenangan menjijikkan yang terus menghantuinya, dia hampir-hampir terlihat seperti orang bisu. Dia pun mulai absen dari kelas-kelasnya, dan menutup diri dari semua orang, termasuk orang tuanya. Dia menjadikan sebuah toilet yang sudah digunakan di sekolahnya sebagai “basecamp.” Dia memilih bersembunyi dan tidur di toilet tersebut ketika merasa cemas.

Hingga detik itu, saya belum pernah benar-benar melihat langsung atau berinteraksi pada para korban pelecehan seksual. Dengan gaya penceritaan dari sisi pandang pemeran utama (penulis sebagai “aku”), Anderson, saya akui, berhasil seutuhnya menggambarkan penderitaan psikis yang dialami Melinda pada saya. Alhasil, novel ini benar-benar menguras air mata saya. Saya belajar banyak tentang efek jangka panjang dari sebuah pelecehan seksual.


Sexualized violence adalah seburuk-buruk hal yang ada di dunia ini!

Novel tersebut telah menginspirasi saya untuk mengambil kelas SW 301, Metacourse Act to End Sexualized Violence.









*Laurel Hall #7331, May 12, 2010. 10:00pm Pacific Time.


Sunday, April 4, 2010

Pertanyaan-pertanyaan "Lugu"

Semalam seorang teman membuat saya mengingat kembali semua pelajaran agama yang saya dapat selama 21 tahun ini. Semuanya dimulai dari sebuah pertanyaan lugu "apakah Al Qur'an buatan manusia?" Diskusi pun melebar hingga hikmah di turunkannya Al Qur'an selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, nabi & rosul dalam Islam, konsep tauhid, janji Allah tentang surga & neraka, kehidupan di alam barzakh, dan hari pembalasan.


Saya tau dia memang benar-benar ingin tahu tentang Islam. Karena saya dan seorang teman saya adalah dua 'model' muslim yang paling bisa dia akses, kami mencoba menjelaskan semua itu sebaik mungkin. Diskusi berjalan dengan sangat baik. Dia sangat terarik, pertanyaan demi pertanyaan dia ajukan. Hingga sampai lah pada pertanyaan-pertanyaan berhubungan dg hari pembalasan, "Apakah orang non muslim akan masuk neraka? Bagaimana jika orang itu tidak tahu tentang Islam? Apakah dia tetap masuk neraka walau dia berbuat banyak kebaikan selama hidupnya?" Jawaban kami lebih mengarah pada hikmah kenapa manusia di beri akal untuk berpikir. Manusia selayaknya berpikir mendalam tentang semua yang ada di dunia ini. Merenungi fenomena alam tentang adanya batas antara air tawar & air laut saja, misalnya, membuat oceanografer Jacques Yves Costeau menemukan hidayah itu & menjadi seorang muslim.


Diskusi kami berakhir hingga hampir jam 2 pagi. Sebelum membaca doa & memejamkan mata untuk tidur, saya ingat salah ayat dalam QS Ar Rahman berbunyi, "Maka nikmat Tuhan yang mana kah yang engkau dustakan?" Ayat ini diulang hingga 31 kali yaitu ayat ke-13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77.


Subhanallah.. Betapa beruntungnya kita yang terlahir dalam keluarga muslim, & tinggal dilingkungan orang-orang muslim.Kita benat-benar "terekspos" dengan Islam entah melalui pelajaran agama Islam di sekolah, ceramah di radio atau TV, ato Al Qur'an di rumah. Kita tidak harus berusaha keras mencari seperti saudara-saudara kita yang lainnya yang akhirnya menemukan hidayah itu. Bahkan ada juga yang selama hidupnya tidak pernah menemukan Islam. Tapi kenapa kita kadang-kadang tidak menghargai nikmat Allah itu? Kenapa jarang sekali mensyukuri hal itu?


Saya ingin mengakhiri catatan ini dengan mengucapkan terima kasih banyak kepada semua orang yang telah mengajarkan Islam pada saya, khususnya guru-guru pelajaran agama saya dari SD hingga SMA. Terima kasih Ibu Rukiah, Pak Kennedy, Pak Machrus, & Ummi Mar. Semua yang Bapak & Ibu ajarkan kepada saya benar-benar membantu saya menjelaskan sedikit tentang Islam pada teman yang sepertinya sedang mencari "jalan" itu. Semoga Allah membalas kebaikan Ibu & Bapak dengan sebaik-baik balasan.
Amin..

Wednesday, January 6, 2010

Merenung Sejenak

" Ketika kumohon pada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat
Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk kupecahkan
Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan, Allah memberiku akal untuk berpikir
Ketika kumohon pada Allah keberanian, Allah memberiku bahaya untuk kuatasi
Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta, Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika kumohon bantuan, Allah memberiku kesempatan
Aku tidak pernah menerima langsung apa yang ku minta, tapi aku mendapatkan segala yang ku butuhkan
Do’aku terjawab sudah."

(Terjemahan bebas dari History of Prayer)

Seringkali kita marah, menangis, dan mengeluh karena segala hal yang terjadi tidak sesuai dg yang kita harapkan. Jarang sekali kita merenung, menginsyafi bahwa kita tidak tahu apa-apa. Hanya Allah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita. Saya ingat sekali pada 4 Juni 2009 pukul 13.00 WIB saya menerima surat dari AMINEF (Fulbright Indonesia) yang menyatakan bahwa universitas saya nantinya adalah Minnesota State University, Mankato (MNSU). Saya benar-benar tidak kuasa menahan tangis. Saya terus bertanya. Kenapa harus saya? Kenapa saya tidak di tempatkan di LA yang suhunya warm? Saya tahu MNSU itu berada di Minnesota State, State yang tempraturnya sangat ekstrim. Minnesota bersalju sepanjang tahun. Sekedar catatan, saya alergi pada tempat yang suhunya dingin, saya sulit bernapas pada tempat seperti itu. Saya harus menunda 'acara menangis'nya, pikir saya. Pada hari itu juga pukul 14.00 WIB saya harus mengikuti sebuah lomba debat di kampus saya. Dengan perasaan yang masih kalut saya mengikuti lomba debat itu.

Usai dari lomba itu saya menelpon Rini, & seorang teman. Saya menangis sejadi-jadinya. Tapi subhanallah.. mereka balik marah & mengingatkan saya bahwa saya jauh lebih beruntung dari pada teman-teman yang belum mendapatkan kesempatan ke USA. Usai sholat maghrib, saya, seperti biasanya, membaca Al Qur'an saya. Tapi saya tidak melanjutkan dari halaman sebelumnya. Saya membuka halaman secara acak. Sampai akhirnya saya bertemu dg salah satu ayat yg berbunyi kira2 begini, "..Boleh jadi engkau menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik untukmu. Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu, padahal itu sangat baik untukmu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak tahu apa-apa." Untuk ke sekian kalinya saya menangis terguguh. Saya benar-benar menyesal.

Kemudian hari berganti hari. Saya tetap pada aktivitas saya, & juga sibuk mengurus semua kelengkapan dokumen. Mama, papa, & kakak-kakak saya menghibur saya. Mama bilang beliau bangga pada saya. Beliau juga banyak menasihati saya. Di mana pun Allah menempatkan saya, tempat itu lah insyaAllah yang terbaik untuk saya, katanya. Keyakinan bahwa hanya Allah yg Maha Tahu yg terbaik buat saya, membuat saya tegar. Saya tidak ingin meragukan hal itu. Saya terus menanyakan informasi tentang MNSU dari Bang Rusdi yang tahun lalu juga ditempatkan di sana. Bang Rusdi sangat membantu, semua informasinya lengkap, mulai dari foto-foto kampus, course yg ditawarkan, dining hall, tempraturnya, sampe tempat belanja. MNSU memang keren, hanya suhunya itu (hehehe..). Mama sebenarnya, saking semangatnya, sudah membelikan saya beberapa mantel tebal dari awal saya mengajukan aplikasi ke fulbright. Jadi beliau juga terus cari coat yg pas untuk suhu di Minnesota.

Tiga bulan kemudian. Pada 2 September 2009, saya mendapat email dari Don Andrews EILI Humboldt State University. Di email itu, Don Andrews menanyakan kesediaan saya menjadi tutor bagi salah seorang mahasiswa internasional di IELI. Ini benar-benar aneh saya pikir. Yang terdaftar di HSU itu Fikar, bukan saya. Bagaimana bisa pihak HSU tahu email saya? Saya tunjukkan email itu ke Rini. Rini bilang saya insya Allah universitas saya yang sebenarnya HSU. Besoknya saya email mbak Adeline, & forward email dr Don Andrews itu. Mbak Adeline tidak merespon saya hingga satu pekan kemudian. Beliau bilang mereka juga lagi tunggu informasi dari Washington DC.

Allahu akbar! Allah membukakan rahasianya pada 5 Oktober 2009. Saya memang terdaftar di HSU. Placement information saya dan Fikar tertukar. Fikar yang sebelumnya diinformasikan bahwa akan kuliah di HSU, ternyata di MNSU. Surat penerimaan dari HSU itu bahkan sebenarnya sudah ada dari tanggal 12 Mei 2009. Namun entah kenapa WORLD LEARNING & AMINEF yg begitu well-organized bisa salah penginformasian selama berbulan-bulan itu. Satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Subhanallah.. Semua kuasa Allah.. Dalam rentang waktu yg cukup panjang itu Allah benar-benar menguji saya. Allah menguji kesyukuran saya. Saya benar-benar merasa bersalah karena telah sempat 'protes.' Ya Allah.. Hanya Engkau.. Engkau yg Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk kami.. Izinkan kami menyempurnahkan ikhtiar kami.. Dan lapangkan hati kami untuk menerima pilihan-pilihan-Mu itu.. AMIN..